Kedudukan Seorang Ibu Menurut Ajaran Islam - Setiap
tanggal 22 Desember selalu diperingati sebagai “Hari Ibu“. Bukan tanpa
alasan penetapan tanggal yang menunjukkan peringatan sebagai Hari Ibu,
kenapa bukan Hari Orang Tua. Apakah sosok seorang Ibu/wanita lebih mulia
dibandingkan sosok Bapak/laki-laki? padahal dalam kehidupan sehari-hari
sebutan ibu tidak akan terlepas dari sosok seorang Bapak/laki-laki,
wanita disebut ibu karena punya suami laki-laki atau dipanggil “Bapak”,
bahkan panggilan seorang Ibu dalam pergaulan sering dilekatkan dengan
nama suaminya, bukan nama sebenarnya dari Ibu/wanita itu sendiri tetapi,
contohnya suami namanya “Amir” sang istri namanya”Ida”, dipanggilnya
“bu Amir” bukan “bu Ida” .
Peringatan hari ibu tentunya
bertujuan tidak sekedar seremonial saja, atau hanya sekedar
hura-hura/ramai-ramai yang tidak substansial, tetapi itu harus dimaknai
dengan sungguh-sungguh yang dapat menggugah dan mengingatkan kita semua
betapa mulia sebutan dan kedudukan seorang “Ibu” dalam kehidupan umat
manusia, yang tentunya hal itu bukan berarti mengabaikan peran “Bapak” .
Kemuliaan seorang ibu
bahkan pernah menjadi suatu legenda yang sangat terkenal dari daerah
Sumatera Barat, yang menjadi cerita menarik penuh pesan yang baik bagi
anak-anak dalam menghormati orang tuannya, yang dikenal “Legenda Malin
Kundang”.
Di masa Rasulululloh Saw juga
terdapat kisah seorang sahabat yang namanya Alqomah, beliau rajin
sholat, rajin puasa dan banyak bersedekah, kemudian sakit keras yang
mengalami kesusahan menjelang meninggalnya dan ketika para sahabat
lainnya yang mengunjunginya dan mentalqin dengan kalimah Laa Ilaha
Illallah pada saat naza’, beliau tidak bisa mengucapkannya, setelah
dicari penyebabnya ternyata Ibu Al-qomah pernah marah kepadanya, karena
ibunya merasa tersinggung tidak dipedulikan oleh Al-qomah, yang menurut
ibunya Alqomah lebih mendahulukan suaminya dari pada ibunya. Kemudian
Rasululloh Saw meminta ibunya untuk memaaafkan Al-qomah, agar
kematiannya mudah, tetapi sang Ibu tidak mau memaafkan. Karena sang ibu
tidak mau memaafkan anaknya, maka Rasululloh SAW mengancam akan membakar
Al-Qomah untuk mempercepat kematian dan menghilangkan penderitaannya.
Kisah ini di sebutkan dalam hadits yang sangat masyhur dan sering
menjadi kisah-kisah teladan untuk mengajari anak-anak agar berbakti pada
orang tuannya, namun dalam artikel Ustadz Ahmad Sabiq bin Abdul Latif
Abu Yusuf hafidzahullah dibahas bahwa hadits tersebut termasuk
dhoif/lemah, karena terdapat perawi bernama Abul Warqo’ Fa’id bin
Abdirrahman yang merupakan salah seorang yang ditinggalkan haditsnya dan
seorang yang tertuduh berdusta….. Walaupun mungkin dhoif/lemah derajat
haditsnya, saya kira kisah ini tetap bisa menjadi cerita yang dapat
menjadi ibroh/pelajaran bagi kita semua, sebagaimana legenda Malin
Kundang, bahwa seorang anak harus memuliakan orangtua, terutama Ibunya.
Sesungguhnya Allah SWT melalui
firmannya dalam Al-qur’an dan Raslulloh SAW dalam haditsnya telah
memerintahkan kepada kita semua sebagai orang muslim, agar menghormati,
memuliakan, mentaati perintahnya yang tidak untuk bermaksiat kepada
Allah SWT, menyayanginya sampai akhir hayatnya, dan selalu mendo’akannya
ketika sudah wafat.Dalam beberapa ayat Al-qur’an dan Al-hadits lebih
ditekankan lagi terhadap orang tua perempuan atau Ibu, sebagaimana dalam
hadits berikut ini:
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ :يَا
رَسُوْلَ اللهِ، مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي؟
قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ، قَالَ أَبُوْكَ
Dari Abu Hurairah r.a, Rasululloh saw bersabda, “Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.’” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)
Pendapat Imam Al-Qurthubi dalam menjelaskan hadits tersebut adalah :
“Hadits tersebut menunjukkan bahwa kecintaan dan kasih sayang terhadap seorang ibu, harus tiga kali lipat besarnya dibandingkan terhadap seorang ayah. Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menyebutkan kata ibu sebanyak tiga kali, sementara kata ayah hanya satu kali. Bila hal itu sudah kita mengerti, realitas lain bisa menguatkan pengertian tersebut. Karena kesulitan dalammenghadapi masa hamil, kesulitan ketikamelahirkan, dan kesulitan pada saat menyusui dan merawat anak, hanya dialami oleh seorang ibu. Ketiga bentuk kehormatan itu hanya dimiliki oleh seorang ibu, seorang ayah tidak memilikinya. (Tafsir Al-Qurthubi X : 239)
Sedangkan Imam Adz-Dzahabi
rahimahullaah dalam kitabnya Al-Kabaair memberikan beberapa penjelasan
lebih luas tentang sosok Ibu dalam hadits tersebut :
- Ibumu telah mengandungmu di dalam perutnya selama sembilan bulan, seolah-olah sembilan tahun.
- Ibu bersusah payah ketika melahirkanmu yang hampir saja menghilangkan nyawanya.
- Ibu telah menyusuimu dari putingnya, dan ia hilangkan rasa kantuknya karena menjagamu.
- Ibu cuci kotoranmu dengan tangan kirinya, dia lebih utamakan dirimu dari padadirinya serta makanannya.
- Ibu jadikan pangkuannya sebagai ayunan bagimu.
- Ibu telah memberikanmu semua kebaikan dan apabila kamu sakit atau mengeluh tampak darinya kesusahan yang luar biasa dan panjang sekali kesedihannya dan dia keluarkan harta untuk membayar dokter yang mengobatimu.
- Seandainya dipilih antara hidupmu dan kematiannya, maka dia akan meminta supaya kamu hidup dengan suaranya yang paling keras.
- Betapa banyak kebaikan ibu, sedangkan engkau balas dengan akhlak yang tidak baik.
- Dia selalu mendo’akanmu dengan taufik, baik secara sembunyi maupun terang-terangan.
- Tatkala ibumu membutuhkanmu di saat dia sudah tua renta, engkau jadikan dia sebagai barang yang tidak berharga di sisimu.
- Engkau kenyang dalam keadaan dia lapar.
- Engkau puas minum dalam keadaan dia kehausan.
- Engkau mendahulukan berbuat baik kepada istri dan anakmu dari pada ibumu.
- Engkau lupakan semua kebaikan yang pernah dia perbuat.
- Berat rasanya atasmu memeliharanya padahal itu adalah urusan yang mudah.
- Engkau kira ibumu ada di sisimu umurnya panjang padahal umurnya pendek.
- Engkau tinggalkan padahal dia tidak punya penolong selainmu.
- Padahal Allah telah melarangmu berkata ‘ah’ dan Allah telah mencelamu dengan celaan yang lembut.
- Engkau akan disiksa di dunia dengan durhakanya anak-anakmu kepadamu. Allah akan membalas di akhirat dengan dijauhkan dari Allah Rabbul ‘aalamin.
(Akan dikatakan kepadanya),
Mengapa Rasululloh SAW memerintahkan
untuk menghormati seorang “Ibu” dalam tiga kali dari seorang “Ayah”?
Apabila kita coba cermati secara seksama, maka akan kita temukan
beberapa alasan yang mendasarinya, yang mana alasan itu juga disebutkan
dalam ayat Al-qur’an maupun Al-hadits.
وَوَصَّيْنَا
الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَاناً حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهاً
وَوَضَعَتْهُ كُرْهاً وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ
شَهْراً حَتَّى
إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ
أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ
عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحاً تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي
مِنَ الْمُسْلِمِينَ
“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdo’a: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri ni’mat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai. berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” (Qs. Al-Ahqaaf : 15)
وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْناً عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي
وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun . Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (Qs. Luqman : 14)
Kedua ayat tersebut kalau kita
cermati, terdapat tiga pekerjaan yang dilakukan seorang ibu, yang tidak
mungkin dilakukan oleh seorang ayah, dan pekerjaan ketiganya merupakan
pekerjaan yang berat. Namun demikian jika itu dilakukan dengan senang,
sabar, dan dalam rangka mencari ridlo Alloh SWT, maka pekerjaan itu
merupakan bagian dari jihad seorang ibu, yang pahalanya sungguh luar
biasa diberikan oleh Alloh SWT.
1. Ibu “mengandung” bayi
Pekerjaan “mengandung” memang hanya
diberikan oleh Alloh SWT kepada seorang wanita, makanya “rahim” sebagai
tempat mengandung juga hanya dipunyai dan melekat dalam tubuh seorang
wanita, yang letaknya pada bagian perut, sedangkan seorang laki-laki,
walaupun sama-sama mempunyai perut, tetapi tidak diciptakan rahim di
dalamnya.
Oleh karenanya, ketika sepasang
suami istri ingin mempunyai anak, kemudian Alloh SWT mengabulkan dan
mentakdirkannya, maka setelah terjadi pertemuan antara sel sperma yang
dimiliki laki-laki dengan sel telur yang dimiliki perempuan, yang hasil
pertemuan itu dinamakan “pembuahan” kemudian menghasilkan “janin”, maka
secara automatically janin tersebut tersimpan dalam rahim sang istri. Di
dalam rahim itulah janin akan tumbuh terus dengan mendapatkan asupan
makanan dan oksigen dari ibu yang mengandungnya melalui saluran plasenta
yang letaknya di dalam rahim itu juga.
"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim)"(23:12-13).
Seiring dengan perjalanan waktu
dengan izin Alloh SWT janin akan tumbuh semakin besar menuju bentuk yang
sempurna(bayi/manusia kecil) dengan dilengkapi berbagai perangkat yang
melekat pada tubuhnya, persis seperti yang dimiliki oleh ayah dan
ibunya, dan saat itu juga berat badan bayi semakin bertambah berat, maka
disitulah beban yang harus dibawa seorang ibu semakin berat juga.
"Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik."
Seorang ibu harus mengandung bayi
tersebut dan terus membawanya kemanapun dia pergi, yang tidak mungkin
dititipkan pada orang lain atau ditaruh /diletakkan di tempat tertentu
untuk sementara waktu agar tidak lelah membawanya kesana kemari.
Pekerjaan itu harus ibu lakukan sendiri, tidak ada orang lain atau
bahkan suaminya sendiri yang bisa membantu membawa sang bayi yang ada
dalam kandungannya, itu harus dia alami selama kurang labih sembilan
bulan sepuluh hari,dan semakin mendekati hari kelahiran, akan semakin
lemah dan bertambah kepayahan.
Sungguh luar biasa perjuangan
seorang ibu yang mengandung anaknya, maka ingatlah kepada Alloh SWT dan
jangan lupakan orang tua terutama ibumu
2. Ibu “melahirkan” bayi
Ketika bayi yang ada dalam kandungan
sudah sempurna bentuknya, dan sudah saatnya melihat dunia luar, maka
sang Ibu harus berjuang dengan taruhan nyawa untuk mengeluarkan bayi
tersebut, yang proses itu disebut”melahirkan“. Proses melahirkan
merupakan pekerjaan yang hanya dimiliki dan harus ditanggung oleh
seorang wanita/ibu, sebagai konsekuensi dari mengandung bayi.
Prosesnya melahirkan sangat luar
biasa sakitnya, terutama disaat-saat bayi membuka pintu keluar bagi
dirinya sedikit-demi sedikit atau yang sering disebut “kontraksi” sampai
saat bayi mendapatkan pintu yang lebar untuk keluar dengan mudah. Saat
itulah sang ibu menahan dan melepas nafas, menahan sakit, bahkan ada
yang sampai tidak sadar menggigit orang yang ada didekatnya hingga
berdarah, karena saking sakitnya.
Maka sebagai seorang muslim/muslimah
pada saat melahirkan harus banyak berdzikir, menyebut nama Allah SWT,
dan sang suami beserta keluarganya berdo’a meminta kemudahan dan
keselamatan ibu dan anaknya agar bisa lahir dengan lancar.
Begitu beratnya perjuangan saat
melahirkan, jika atas takdir Alloh SWT kemudian sang ibu muslim
meninggal, maka termasuk dalam kategori mati syahid, Subhanalloh.
الشُّهَدَاءُ سَبْعَةٌ سِوَى الْقَتْلِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ : الْمَطْعُونُ شَهِيدٌ ، وَالْغَرِقُ شَهِيدٌ ، وَصَاحِبُ ذَاتِ
الْجَنْبِ شَهِيدٌ، وَالْمَبْطُونُ شَهِيدٌ ، وَالْحَرِقُ شَهِيدٌ ، وَالَّذِي يَمُوتُ تَحْتَ الْهَدْمِ شَهِيدٌ ،وَالْمَرْأَةُ
تَمُوتُ بِجُمْعٍ شَهِيد
“Syuhada’ (orang-orang mati syahid) yang selain terbunuh di jalan Allah itu ada tujuh: Korban wabah tha’un adalah syahid, mati tenggelam adalah syahid, penderita penyakit lambung (semacam liver) adalah syahid, mati karena penyakit perut adalah syahid, korban kebakaran adalah syahid, yang mati tertimpa reruntuhan adalah syahid, dan seorang wanita yang meninggal karena melahirkan adalah syahid.” (HR. Malik, Ahmad, Abu Dawud, dan al-nasai, juga Ibnu Majah. Berkata Syu’aib Al Arnauth: hadits shahih).
Walaupun pada zaman sekarang,
seiring dengan perkembangan teknologi kedokteran, seorang wanita yang
akan melahirkan tidak harus melalui jalan keluar yang normal, dengan
alasan kondisi sang ibu dan bayinya atau alasan medis lainnya,
mengeluarkan bayi dari kandungan sang ibu bisa melalui cara pembedahan
perut, yang barang kali bisa dibilang menjadi trend melahirkan jaman
sekarang, karena pada saat dilakukan operasi bedah, sang ibu akan
dibius, sehingga tidak merasakan sakit, sedangkan dalam melahirkan
secara normal, sang ibu tidak mungkin dibius, karena dia harus aktif
untuk mendorong bayi keluar dengan tekanan pernafasannya. Tetapi
bagaimanapun juga dalam proses operasi pembedahan yang menjadi taruhan
nyawa juga sang ibu. Itulah perjuangan seorang wanita/ibu dalam
melahirkan bayi.
Sungguh luar biasa perjuangan
seorang ibu yang melahirkan anaknya, maka ingatlah kepada Allah SWT dan
jangan lupakan orang tua terutama ibumu.
3. Ibu”menyusui dan mengasuh ” bayi
Setalah bayi keluar dari kandungan,
sang ibu juga tidak beristirahat begitu saja, tetapi dia harus
menyusuinya setiap saat dan setiap waktu bayi itu kelaparan, karena pada
saat umur masih dibawah 3(tiga) bulan lambung sang bayi belum begitu
kuat menerima makanan, selain dalam bentuk susu, dan air susu ibu(ASI)
mempunyai kandungan yang luar biasa, selain mengenyangkan juga memberi
antibody bagi sang anak dari serangan penyakit. Islam memerintahkan sang
ibu menyusui anak dalam waktu 2(dua) tahun, dan ketika asi itu tidak
dikeluarkan, juga berpanguruh pada sang ibu, terkadang mengalami demam
dan sakit.
Belum lagi kalau malam hari harus
terjaga, karena bayi biasanya sering bangun malam-malam, menangis dan
rewel… maka sang ibu yang masih dalam kondisi kelelahan pada saat
melahirkan atau kurang tidur harus bangun menyusuinya untuk menenangkan,
apabila masih tetap menangis harus menggendongnya,menghiburnya,
mengayun-ayunnya sambil mata sang ibu menahan kantuk dan itupun
dilakukannya dengan ikhlash dan kasih sayang…disaat yang sama terkadang
sang ayah masih terlelap tidur..seolah tidak peduli.
Kalau sang bayi buang kotoran atau
buang air kecil(ngompol)….…sang ibu juga akan dengan sabar
membersihkannya dalam setiap saat dan setiap waktu..tanpa merasa jijik
dan menyesal, tetapi dilakukan dengan senang hati.
Disaat sang ibu harus melakukan
pekerjaan lain seperti memasak, menyapu, mencuci piring, harus sambil
mengendong bayi yang tidak mau ditidurkan ditempat tidur.
Namun ada juga seorang ibu yang
membuang bayinya karena malu atau tega menyakiti bayinya karena punya
persoalan kemisikinan, bertengkar dengan suaminya, atau bahkan ada yang
tega membunuhnya, tetapi perbuatan itu semua merupakan perbuatan yang
diluar kenormalan manusia atau ketidakwajaran pada umumnya sebagai
seorang ibu. Ada pepatah “sebuas-buas harimau tidak akan memakan
anaknya”.
4. Ibu “mendidik” anak
Pendidikan usia dini sangatlah
penting bagi perkembangan seorang anak, dan kedekatan seorang anak
tentunya lebih kepada ibunya dibanding pada ayahnya, karena jika ibunya
tidak bekerja diluar rumah, maka hampir setiap saat dan setiap waktu
akan mendapatkan belaian sang ibu, sedangkan sang ayah yang mencari
nafkah diluar rumah terkadang jarang bertemu. Kedekatan ibu terhadap
anaknya inilah yang lebih mudah memberi pengajaran kepada anak, dan
pendidikan seorang ibu kepada anaknya terbukti lebih berhasil.
Banyak peristiwa yang terjadi
diamana seorang ibu yang berpisah dengan suaminya, entah karena suami
meninggal atau perceraian, tetapi sang ibu tetap tegar, mandiri dan
berhasil mengantarkan anak-anaknya dewasa serta meraih kesuksesan,
walaupun harus merangkap sebagai kepala keluarga yang harus mencari
nafkah buat diri dan anak-anaknya, yang hal itu sangat berbeda dengan
seorang suami yang berpisah dengan istrinya. Makanya ada guyonan” jika
istri berpisah dengan suami lebih banyak memikirkan pendidikan
anak-anaknya, tetapi jika suami berpisah dengan istri lebih berfikir
bagaimana dan kapan mencari pengganti ibunya anak-anak”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar